LAPORAN
PRAKTIKUM MIKOLOGI
Antagonisme
Antara Kapang Patogen dan Kapang Antagonis
OLEH
:
Febriana
Arumsari (150210103031)
MIKOLOGI
KELAS : A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2016
I.
JUDUL
Uji
Antagonis Kapang
II.
TUJUAN
1. Untuk
mengamati aktivitas dan mengukur daya antagonisme antara kapang antagonis dan
patogen
III.
METODE
KERJA
3.1 Alat
dan Bahan
a. Cawan
Petri
b. Pelubang/
sumuran
c. Ose
d. Rhizoptonia solani, Trichoderma sp., Candida,
Baciller sp.
3.2 Skema
Kerja
IV.
HASIL
PENGAMATAN
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
|||
1
|
Kontrol :
Kapang Rizoctonia solani
|
Kapang tumbuh secaramenyeluruh
pada permukaan medium
|
|||
2
|
Trichoderma sp.
Vs Rizoctonia solani
|
Terdapat
interaksi kapang antagonis dan kapang pathogen. Interaksi tersebut berupa
adanya garis perbatasan antara tumbuhnya kapang antagonis dan kapang
pathogen.
|
|||
3
|
Trichoderma sp.
Vs Fusarium sp.
|
Terdapat
zona bening disekitar kapang pathogen. Kapang antagonis menghambat
pertumbuhan kapang pathogen
|
|||
4
|
Trichoderma sp. vs Rizoctonia
solani Rizoctonia solani vs Candida sp.
|
·
Terlihat zona bening antara Trichoderma sp. dan Rhizoctonia solani
·
Terlihat zona bening antara Rhizoctonia
solani dan Candida sp.
|
|||
5
|
Trichoderma sp. dan Candida sp.
|
Terdapat hamabatan antara Trichoderma
sp. dan Candida sp. karena adanya pertumbuhan yeast disekitar kapang
antagonis, maka kapang antagonis pertumbuhannya terhambat (terlihat
pertumbuhannya tidak melewati batas dari pertumbuhan Yeast)
|
|||
6
|
Rhizoctonia solani vs Asam Asetat
Rhizoctonia solani vs Asam Benzoat
Rhizoctonia solani vs Formalin
|
Pada uji bahan pengawet (asam asetat,
asam benzoat dan formalin) tidak terlihat adanya zona bening, artinya kapang antagonis tetap dapat
tumbuh pada media dengan penambahan bahan pengawet
|
|||
7
|
Antibiotik : Itrachonazol
Rizoctonia solani
vs Itrachonazol 25 ppm
Rizoctonia solani
vs Itrachonazol 75 ppm
Rizoctonia solani
vs Itrachonazol 100 ppm
Rizoctonia solani
vs Aquades
|
· Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 25
ppm.
· Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 75
ppm.
· Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 100
ppm
· Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Aquades
|
V.
PEMBAHASAN
Agen
hayati merupakan setiap organisme yang meliputi spesies, varietas, semua jenis
serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma,
serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya dapat di pergunakan
untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu dalam
proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya
(Harman, 2006:17). Kapang pathogen umumnya ditemukan pada
tanaman sehingga dapat menyebabkan tanaman tersebut layu dan lama kelamaan akan
mati.
Terdapat kapang yang bersifat antagonis
yaitu kapang yang menguntungkan tanaman salah satunya yaitu Trichodrema sp. kapang antagonis
mempunyai kemampuan antagonism terhadap kapang pathogen. Antagonisme merupakan
bentuk hubungan antara 2 jenis mahluk hidup, dimana mahluk yang satu merugikan
mahluk hidup yang lainnya. Menuru (Tim Mikologi. 2016: 63). Adapun kapang yang
merugikan contoh pada spesies Fisarium
solani, F. oxysporum, dan F.
verticiloides. Kapang spesies ini dapat merugikan tanaman budidaya karena
bersifat pathogen.
Jamur Trichoderma spp. dapat
menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman,
pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat
tinggi. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup,
parasitisme, antibiosis dan lisis (Purwantisari dan Hastuti. 2009). Trichoderma
sp.
adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai
agens hayati, karena memiliki sifat antagonisme terhadap patogen berupa
kompetisi ruang dan nutrisi, mikoparasit dan antibiosis. (Nurbailis, dkk. 2012).
Simbiosis antagonisme adalah interaksi
antara dua organisme yang merugikan salah satu pihak, sedangkan pihak lain
tidak terpengaruh atau bisa juga diuntungkan (Purwantisari dan Hastuti. 2009). Antagonisme
antar organisme merupakan interaksi 2 species yang merugikan salah satu pihak,
sedangkan pihak lain tidak terpengaruh atau juga bisa diuntungkan. Interaksi
antara dua atau lebih organisme pada suatu daerah, maka beberapa organisme
tersebut akan mensekresikan cairan atau bahan kimia yang akan meningkatkan daya
pertahanan daripada organisme yang hidup dalam suatu daerah yang sama tersebut.
Hal ini dikenal dengan interaksi antagonisme sebagai bentuk pertahanan yang
meliputi pertahanan diri, wilayah dan makanan. Campbell (2012 : 172)
Mikroorganisme antagonis adalah
mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme
lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya (Alfizar, et al.2013). Trichoderma
spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untul
mengendalikan penyakit tanaman (Howell. et al., 2011).
Metabolit sekunder adalah senyawa
metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan
berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Senyawa ini juga tidak
selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase
tertentu. (Sujdajdi. 2010: 71). Fungsi
metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik
polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan
organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Djafarudin. 2000: 64).
Pertahanan pada lingkungan
dan nutrisi dapat berupa zona bening yang terbentuk mengelilingi kapang yang
mengeluarkan hasil dari metabolit sekunder tersebut. Menurut Kumala (2008: 56)
bahwa zona bening merupakan indikasi tidak adanya atau terhambatnya pertumbuhan
mikroba lawan akibat ekskresi senyawa antimikroba oleh mikroba lain yang bersifat antagonis. kapang
yang memiliki sifat antagonisme pada kapang atau bakteri lain, akan membentuk
zona bening.
Pada praktikum antagonisme kapang ini, selain
di buat medium yang digunakan untuk menguji antagonisme kapang dan perlakuan
kontrol. Menurut (Tim Mikologi. 2016: 63) perlakuan control yaitu hanya
menumbuhkan kapang antagonis saja atau kapang pathogen saja tanpa adanya kapang
lain. Hal ini disebabkan pembanding apakah ada beda antara kapang yang
ditumbuhkan sendiri dengan perlakuan. Pada perlakuan kontrol ini,
mikroorganisme yang ditanam hanya satu species saja, tidak di uji daya
antagonisnya.
Pada kelompok satu melakukan percobaan
dengan perlakuan control menggunkan
kontrol kapang Rizoctonia solani .
Pada perlakuan control ini hasil setelah kapang diinkubasi selama 3 hari
terlihat bahwa kapang tumbuh secara menyeluruh pada
permukaan medium.
Pada percobaan oleh kelompok dua,
dengan melakukan uji antara kapang antagonis dengan apang pathogen yaitu
menggunakan Trichoderma sp. Vs Rizoctonia solani. Kapang Trichoderma sp. sebagai kapang antagonis
sedangkan kapang Rizoctonia solani sebagai
kapang pathogen. Setelah diinkubasi selama 3 hari terlihat bahwa terdapat interaksi kapang antagonis dan
kapang pathogen. Interaksi tersebut berupa adanya garis perbatasan antara
tumbuhnya kapang antagonis dan kapang pathogen.
Pada
percobaan oleh kelompok tiga, dengan melakukan uji antagonism antara kapang
antagonis dengan kapang pathogen dengan menggunakan kapang Trichoderma sp. Vs Fusarium sp.. kapang Fusarium sp. sebagai
kapang pathogen dan Trichoderma sp. sebagai kapang antagonis. Didapatkan hasil
dari inkubasi selama 3 hari yaitu terdapat zona bening disekitar kapang pathogen. Sedangkan pada kapang
antagonis menghambat pertumbuhan kapang pathogen.
Pada
percobaan oleh kelompok ke empat dengan melakukan percobaan yang sama pada kelompok sebelumnya,
hanya saja pada satu medium cawan terdapat dua kapang antagonis, satu kapang
pathogen dan satu yeast yaitu Trichoderma sp. vs Rizoctonia solani dan Rizoctonia solani vs Candida sp.
setelah diinkubasi selama 3 hari diperoleh hasil bahwa antara Trichoderma sp. dan Rhizoctonia solani terlihat zona bening, dan pada Rhizoctonia
solani dan Candida sp. juga menunjukkan hasil yang sama yaitu terdapat zona bening.
Berdasarkan literartur, kapang yang memiliki sifat
antagonisme pada kapang atau bakteri lain, akan membentuk zona bening.
Pada
kelompok lima dengan melakukan inokulasi antara dua organisme yaitu antara
kapang Trichoderma sp. dan yeast Candida sp..
setelah diinkubasi selama 3 hari diperoleh hasil antara
Trichoderma sp. dan Candida sp. terdapat hamabatan karena adanya
pertumbuhan yeast disekitar kapang antagonis, maka kapang antagonis pertumbuhannya
terhambat. Terlihat pada pertumbuhannya tidak melewati batas dari pertumbuhan
Yeast. Jadi keduanya memiliki daya hambat atau sifat antagonis terhadap kapang
pathogen.
Pada kelompok enam dengan melakukan
inokulasi antara Rhizoctonia
solani vs Asam Asetat, Rhizoctonia solani vs Asam Benzoat, dan Rhizoctonia
solani vs Formalin. Setalah diinkubasi selama 3 hari diperoleh
hasil, pada uji bahan pengawet (asam asetat, asam benzoat dan formalin) tidak
terlihat adanya zona
bening, artinya kapang antagonis tetap dapat tumbuh pada media dengan
penambahan bahan pengawet.
Pada kelompok terakhir yaitu
kelompok tujuh dengan melakukan uji antibiotic, dengan menggunakan Itraconazol
sebagai antibiotic. Dilakukan uji antara Rizoctonia
solani vs Itrachonazol 25 ppm, Rizoctonia
solani vs Itrachonazol 75 ppm, Rizoctonia
solani vs Itrachonazol 100 ppm dan Rizoctonia
solani vs Aquades. Setelah diinkubasi selama 7 hari di peroleh hasil antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 25 ppm terbentuk zona bening.
Antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 75 ppm terbentuk zona bening.
Antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 100 ppm terbentuk zona bening,
dan antara Rizoctonia solani
dan Aquades juga terbentuk zona bening. berdasarkan pengamat yang
diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin tinggi
daya hambatnya, terlihat pada terbentuknya zona bening yang diperlihatkan.
VI.
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
-
Kapang antagonis cenderung lebih menguasai
medium daripada kapang pathogen, sehingga pertumbuhan kapang antagonis lebih
berkembang pesat dari pada kapang patogen yang pertumbuhannya terhambat. Pada
uji antagonisme antara kapang dengan kapang atau bakteri dengan kapang akan
terbentuk zona bening untuk mempertahankan diri dari ekskresi metabolisme lawan
yang antagonis dan pertumbuhan kapang patogen akan terhambat akibat kapang
antagonisme.
7.2 Saran
Seharusnya
dalam melakukan inokulasi praktikan lebih memperhatikan teknik aseptik terlebih
dahulu agar mendapatkan hasil inokulasi yang sesuai dengan keinginan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfizar., Marlina., Susanti, Fitri. 2013.
Kemampuan Antagonis Trichoderma Sp. Terhadap Beberapa Jamur Patogen In Vitro. BIOTEKNOLOGI. Vol. 8 (45):46- 53. Unsyiah
Kuala Press.
Campbell, N.A. 2012. Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Djafarudin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi
Aksara. Jakarta.
Harman.T,. 2006. Pertanian Pengendalian Hayati. Yogyakarta: UGM
press.
Howell,
C. R., DeVay, J. E., Garber, R. H. dan Batson, W. E. 2011. Field Control of
cotton seedling deseases with Trichoderna virens in combination with
fungicide seed treatments.
Journal of Cotton Science 1 : 15-20.
Kumala,
Agustina, dan Wahyu.. 2008. Uji Aktivitas Antimikroba Metabolit Sekunder Kapang
Endofit Tanaman Trengguli (Cassia futula L ) . Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol.6, No.2: 46-48. Surabaya:
Universitas Surabaya.
Nurbailis,
Mardinus, Nasril, N. Dharma, A., 2012. Penapisan Isolat Trichoderma
yang berasal dari rizosfir tanaman pisang di Sumatera Barat untuk
pengendalian penyakit layu Fusarium. Jurnal Akta Agrosia. Vol. (9):35-45. ISSN
: 1410 – 3354.
Purwantisari, S., dan Hastuti, R B. 2009.
Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk
Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal.
Jurnal Bioma. Vol.11, No.1.. Undip
Press.
Sudjadi. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Tim
Mikologi. 2016. Petunjuk Praktikum
Mikologi. Jember : UNEJ
SEMOGA BERMANFAAT :)
0 comments:
Post a Comment