Friday, 16 December 2016

LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI Antagonisme Antara Kapang Patogen dan Kapang Antagonis




LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI
Antagonisme Antara Kapang Patogen dan Kapang Antagonis


 














OLEH :
Febriana Arumsari (150210103031)
MIKOLOGI KELAS : A


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016




I.     JUDUL
Uji Antagonis Kapang
II.     TUJUAN
1.    Untuk mengamati aktivitas dan mengukur daya antagonisme antara kapang antagonis dan patogen
III.     METODE KERJA
3.1    Alat dan Bahan
a.    Cawan Petri
b.    Pelubang/ sumuran
c.    Ose
d.    Rhizoptonia solani, Trichoderma sp., Candida, Baciller sp.
3.2    Skema Kerja








 




















































IV.     HASIL PENGAMATAN
No.
Gambar
Keterangan
1
https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15310476_1297417900333037_1112949587_n.jpg?oh=2e43636d4e8ed814ad7978e82a39f32c&oe=5849227D







Kontrol : Kapang Rizoctonia solani

Kapang tumbuh secaramenyeluruh pada permukaan medium



2
https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15310318_1297417993666361_427940670_n.jpg?oh=993f30c8d415cd4fc064cd078cc2ea22&oe=5848E1DA







Trichoderma sp. Vs Rizoctonia solani

Terdapat interaksi kapang antagonis dan kapang pathogen. Interaksi tersebut berupa adanya garis perbatasan antara tumbuhnya kapang antagonis dan kapang pathogen.


3
https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15310624_1297418086999685_774545813_n.jpg?oh=6f2b0a05e80bdada51a190db0cd4f755&oe=5848C40F








Trichoderma sp. Vs Fusarium sp.


Terdapat zona bening disekitar kapang pathogen. Kapang antagonis menghambat pertumbuhan kapang pathogen






4






https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15207828_1294902740584553_670676857_n.jpg?oh=ce452c407376fa767232a63d3e44adad&oe=5849EE30
 











Trichoderma sp. vs  Rizoctonia solani Rizoctonia solani vs Candida sp.



·         Terlihat zona bening antara Trichoderma sp. dan Rhizoctonia solani
·         Terlihat zona bening antara  Rhizoctonia solani dan Candida sp.


5
https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15281193_1294902767251217_897537200_n.jpg?oh=2366f6ec181c34c32d75b7e7b8ec0c7c&oe=58490710







Trichoderma sp. dan Candida sp.
Terdapat hamabatan antara Trichoderma sp. dan Candida sp. karena adanya pertumbuhan yeast disekitar kapang antagonis, maka kapang antagonis pertumbuhannya terhambat (terlihat pertumbuhannya tidak melewati batas dari pertumbuhan Yeast)
6
https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15281183_1294902750584552_1243147933_n.jpg?oh=cfbb96d0c67f7ffb0eb5a9e0aa4a0556&oe=5849DC5D







Rhizoctonia solani vs Asam Asetat
Rhizoctonia solani vs Asam Benzoat
Rhizoctonia solani vs Formalin
Pada uji bahan pengawet (asam asetat, asam benzoat dan formalin) tidak terlihat adanya zona bening, artinya kapang antagonis tetap dapat tumbuh pada media dengan penambahan bahan pengawet
7
https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/15207815_1294902720584555_860528719_n.jpg?oh=7c2dcd3c7c29c9e876d67fb28b022f92&oe=5848D75A







Antibiotik : Itrachonazol
Rizoctonia solani vs Itrachonazol 25 ppm
Rizoctonia solani vs Itrachonazol 75 ppm
Rizoctonia solani vs Itrachonazol 100 ppm
Rizoctonia solani vs Aquades
·    Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 25 ppm.
·    Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 75 ppm.
·    Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 100 ppm
·    Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Aquades



V.     PEMBAHASAN
Agen hayati merupakan setiap organisme yang meliputi spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya dapat di pergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Harman, 2006:17). Kapang pathogen umumnya ditemukan pada tanaman sehingga dapat menyebabkan tanaman tersebut layu dan lama kelamaan akan mati.
Terdapat kapang yang bersifat antagonis yaitu kapang yang menguntungkan tanaman salah satunya yaitu Trichodrema sp. kapang antagonis mempunyai kemampuan antagonism terhadap kapang pathogen. Antagonisme merupakan bentuk hubungan antara 2 jenis mahluk hidup, dimana mahluk yang satu merugikan mahluk hidup yang lainnya. Menuru (Tim  Mikologi. 2016: 63). Adapun kapang yang merugikan contoh pada spesies Fisarium solani, F. oxysporum, dan F. verticiloides. Kapang spesies ini dapat merugikan tanaman budidaya karena bersifat pathogen.
Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Purwantisari dan Hastuti. 2009). Trichoderma sp. adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati, karena memiliki sifat antagonisme terhadap patogen berupa kompetisi ruang dan nutrisi, mikoparasit dan antibiosis. (Nurbailis, dkk. 2012).
Simbiosis antagonisme adalah interaksi antara dua organisme yang merugikan salah satu pihak, sedangkan pihak lain tidak terpengaruh atau bisa juga diuntungkan (Purwantisari dan Hastuti. 2009). Antagonisme antar organisme merupakan interaksi 2 species yang merugikan salah satu pihak, sedangkan pihak lain tidak terpengaruh atau juga bisa diuntungkan. Interaksi antara dua atau lebih organisme pada suatu daerah, maka beberapa organisme tersebut akan mensekresikan cairan atau bahan kimia yang akan meningkatkan daya pertahanan daripada organisme yang hidup dalam suatu daerah yang sama tersebut. Hal ini dikenal dengan interaksi antagonisme sebagai bentuk pertahanan yang meliputi pertahanan diri, wilayah dan makanan. Campbell (2012 : 172)
Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya (Alfizar, et al.2013). Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untul mengendalikan penyakit tanaman (Howell. et al., 2011).
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. (Sujdajdi. 2010: 71). Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Djafarudin. 2000: 64).  
Pertahanan pada lingkungan dan nutrisi dapat berupa zona bening yang terbentuk mengelilingi kapang yang mengeluarkan hasil dari metabolit sekunder tersebut. Menurut Kumala (2008: 56) bahwa zona bening merupakan indikasi tidak adanya atau terhambatnya pertumbuhan mikroba lawan akibat ekskresi senyawa antimikroba oleh  mikroba lain yang bersifat antagonis. kapang yang memiliki sifat antagonisme pada kapang atau bakteri lain, akan membentuk zona bening.
Pada praktikum antagonisme kapang ini, selain di buat medium yang digunakan untuk menguji antagonisme kapang dan perlakuan kontrol. Menurut (Tim Mikologi. 2016: 63) perlakuan control yaitu hanya menumbuhkan kapang antagonis saja atau kapang pathogen saja tanpa adanya kapang lain. Hal ini disebabkan pembanding apakah ada beda antara kapang yang ditumbuhkan sendiri dengan perlakuan. Pada perlakuan kontrol ini, mikroorganisme yang ditanam hanya satu species saja, tidak di uji daya antagonisnya.
Pada kelompok satu melakukan percobaan dengan perlakuan control menggunkan kontrol kapang Rizoctonia solani . Pada perlakuan control ini hasil setelah kapang diinkubasi selama 3 hari terlihat bahwa kapang tumbuh secara menyeluruh pada permukaan medium.
Pada percobaan oleh kelompok dua, dengan melakukan uji antara kapang antagonis dengan apang pathogen yaitu menggunakan Trichoderma sp. Vs Rizoctonia solani. Kapang Trichoderma sp. sebagai kapang antagonis sedangkan kapang Rizoctonia solani sebagai kapang pathogen. Setelah diinkubasi selama 3 hari terlihat bahwa terdapat interaksi kapang antagonis dan kapang pathogen. Interaksi tersebut berupa adanya garis perbatasan antara tumbuhnya kapang antagonis dan kapang pathogen.
Pada percobaan oleh kelompok tiga, dengan melakukan uji antagonism antara kapang antagonis dengan kapang pathogen dengan menggunakan kapang Trichoderma sp. Vs Fusarium sp.. kapang Fusarium sp. sebagai kapang pathogen dan Trichoderma sp.  sebagai kapang antagonis. Didapatkan hasil dari inkubasi selama 3 hari yaitu terdapat zona bening disekitar kapang pathogen. Sedangkan pada kapang antagonis menghambat pertumbuhan kapang pathogen.
Pada percobaan oleh kelompok ke empat dengan melakukan  percobaan yang sama pada kelompok sebelumnya, hanya saja pada satu medium cawan terdapat dua kapang antagonis, satu kapang pathogen dan satu yeast  yaitu Trichoderma sp. vs  Rizoctonia solani  dan Rizoctonia solani vs Candida sp. setelah diinkubasi selama 3 hari diperoleh hasil bahwa antara Trichoderma sp. dan Rhizoctonia solani terlihat zona bening,  dan pada  Rhizoctonia solani dan Candida sp. juga menunjukkan hasil yang sama yaitu terdapat zona bening. Berdasarkan literartur, kapang yang memiliki sifat antagonisme pada kapang atau bakteri lain, akan membentuk zona bening.
Pada kelompok lima dengan melakukan inokulasi antara dua organisme yaitu antara kapang Trichoderma sp. dan yeast Candida sp.. setelah diinkubasi selama 3 hari diperoleh hasil antara Trichoderma sp. dan Candida sp. terdapat hamabatan karena adanya pertumbuhan yeast disekitar kapang antagonis, maka kapang antagonis pertumbuhannya terhambat. Terlihat pada pertumbuhannya tidak melewati batas dari pertumbuhan Yeast. Jadi keduanya memiliki daya hambat atau sifat antagonis terhadap kapang pathogen.
Pada kelompok enam dengan melakukan inokulasi antara Rhizoctonia solani vs Asam Asetat, Rhizoctonia solani vs Asam Benzoat, dan Rhizoctonia solani vs Formalin. Setalah diinkubasi selama 3 hari diperoleh hasil, pada uji bahan pengawet (asam asetat, asam benzoat dan formalin) tidak terlihat adanya zona bening, artinya kapang antagonis tetap dapat tumbuh pada media dengan penambahan bahan pengawet.
Pada kelompok terakhir yaitu kelompok tujuh dengan melakukan uji antibiotic, dengan menggunakan Itraconazol sebagai antibiotic. Dilakukan uji antara Rizoctonia solani vs Itrachonazol 25 ppm, Rizoctonia solani vs Itrachonazol 75 ppm, Rizoctonia solani vs Itrachonazol 100 ppm dan Rizoctonia solani vs Aquades. Setelah diinkubasi selama 7 hari di peroleh hasil antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 25 ppm terbentuk zona bening. Antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 75 ppm terbentuk zona bening. Antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 100 ppm terbentuk zona bening, dan antara Rizoctonia solani dan Aquades juga terbentuk zona bening. berdasarkan pengamat yang diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin tinggi daya hambatnya, terlihat pada terbentuknya zona bening yang diperlihatkan.

VI.     PENUTUP
7.1    Kesimpulan
-          Kapang antagonis cenderung lebih menguasai medium daripada kapang pathogen, sehingga pertumbuhan kapang antagonis lebih berkembang pesat dari pada kapang patogen yang pertumbuhannya terhambat. Pada uji antagonisme antara kapang dengan kapang atau bakteri dengan kapang akan terbentuk zona bening untuk mempertahankan diri dari ekskresi metabolisme lawan yang antagonis dan pertumbuhan kapang patogen akan terhambat akibat kapang antagonisme.

7.2    Saran
Seharusnya dalam melakukan inokulasi praktikan lebih memperhatikan teknik aseptik terlebih dahulu agar mendapatkan hasil inokulasi yang sesuai dengan keinginan.





DAFTAR PUSTAKA


Alfizar., Marlina., Susanti, Fitri. 2013. Kemampuan Antagonis Trichoderma Sp. Terhadap Beberapa Jamur Patogen In Vitro. BIOTEKNOLOGI. Vol. 8 (45):46- 53. Unsyiah Kuala Press.
Campbell, N.A. 2012. Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Djafarudin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara.              Jakarta.
Harman.T,. 2006. Pertanian Pengendalian Hayati. Yogyakarta: UGM press.
Howell, C. R., DeVay, J. E., Garber, R. H. dan Batson, W. E. 2011. Field Control of cotton seedling deseases with Trichoderna virens in combination with          fungicide seed treatments. Journal of Cotton Science 1 : 15-20.
Kumala, Agustina, dan Wahyu.. 2008. Uji Aktivitas Antimikroba Metabolit Sekunder Kapang Endofit Tanaman Trengguli (Cassia futula L ) . Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol.6, No.2: 46-48. Surabaya: Universitas Surabaya.
Nurbailis, Mardinus, Nasril, N. Dharma, A., 2012. Penapisan Isolat Trichoderma   yang    berasal dari rizosfir tanaman pisang di Sumatera Barat untuk       pengendalian   penyakit layu Fusarium. Jurnal Akta Agrosia. Vol. (9):35-45. ISSN : 1410 – 3354.
Purwantisari, S., dan Hastuti, R B. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Jurnal Bioma. Vol.11, No.1.. Undip Press.
Sudjadi. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Mikologi. 2016. Petunjuk Praktikum Mikologi. Jember : UNEJ

SEMOGA BERMANFAAT :)


0 comments:

Post a Comment